queen-ing, washing then blogging

Saturday, September 15, 2012

22weeks+1 day

Temans,
Saya telah menjadi ibu loh.
Udah lama sih mau posting, tapi ga sempet2 dan belum cukup siap untuk menceritakannya.
Tapi beberapa hari lalu baca komen dari mba Eka, akhirnya saya memutuskan untuk berbagi sedikit cerita.

Kok?
Iya, saya melahirkan anak saya yang baru berusia 22 minggu+1 hari di dalam kandungan, yang jatuh tepat tanggal 12 Agustus 2012 lalu. Panjangnya 26cm dan beratnya sekitar 395 gram.
Melahirkan normal dengan induksi dan tanpa jahitan.
Rasanya? Bener2 sakit. Bener kata orang2 tua dulu, kalo melahirkan itu meregang nyawa.

Oya, dia benar laki2 loh. Ternyata tebakan dokter berdasarkan alat USG itu tepat
Nama si baby sudah kami persiapkan beberapa hari setelah kontrol terakhir,

Adrian Pratama Bensya de Fretes.

Ada cerita tentang nama putra kami ini.
Ketika suami mengusulkan nama Adrian, saya langsung setuju. Kenapa? karena saya kalo denger nama Adrian terbayangnya cowo cakep putih dan ganteng. Makanya saya berharap dia akan seperti itu :)
Pratama artinya anak pertama *arti menurut versi saya dan suami*
Bensya gabungan nama suami dan saya. Bennov & Sya. Masih untung loh, suami saya tadinya mengklaim bahwa nama anak pertama adalah hak vetonya suami saya aja.
Anak kedua dan seterusnya, saya baru ikutan andil, itupun cuma nyumbang doang bukan keseluruhan. Untung setelah dinego, akhirnya tampilan nama saya pada nama anak pertama kami. Hihihi.
Oiya, satu lagi, de Fretes. Itu marga suami saya yang berasal dari Ambon. *Jadi rada kebayang kan kenapa saya pengen anak saya putih? xixixixi.*

Kenapa melahirkan dengan keadaan sangat amat prematur ?
Ini singkat cerita aja ya. Karena kemaren sempet ngedraft postingan tapi puanjang banget yak, nanti dipajang di blog saya yang lain aja.

Jadi waktu itu, beberapa hari setelah kontrol terakhir yang hasilnya baik2 saja itu, saya pendarahan dan sempat bedrest di rumah sakit dikarenakan sudah ada 'pembukaan'. Bedrestnya aja di ruang bersalin karena setiap saat saya dipantau & jaga2 jikalau emang harus menjalani proses persalinan. Setelah pemantauan dan observasi intensif kondisi si baby dan saya, akhirnya anak saya terpaksa HARUS dilahirkan dengan cara induksi. Tapi, emang sudah diinformasikan sebelum saat saya diharuskan untuk bedrest, kalau ini bisa disebut keguguran. Yang artinya, kita sudah harus mempersiapkan mental untuk kemungkinan terburuk.
Oiya, menurut dokter obgyn saya, kemungkinan terjadinya pembukaan adalah infeksi yang bisa berasal darimana saja (seperti gigi berlubang, saluran pencernaan dll) atau memang leher rahimnya ga kuat bukan karena infeksi TORCH.

Tentang Adrian.
Para bidan & dokter sudah menginformasikan kemungkinan bahwa si baby kemungkinan akan meninggal di dalam kandungan saat proses induksi *yaitu mules2 sakiiiiittt banget* karena kontraksi yang hebat. Alhamdulillah dia kuat, lahir dalam keadaan hidup dan dalam keadaan fisik sempurna.
Sempet dicap kaki dan cap tangan seperti bayi2 pada umumnya.
Tapi untuk bayi2 di bawah 500 gram ataupun bayi yang dilahirkan sebelum 7 bulan, angka harapan hidupnya kecil karena organ dalamnya masih belum maksimal, terutama paru2, walaupun saat saya bedrest di RS, saya sudah disuntik obat pematang paru beberapa kali.

Mukanya mirip banget saya *yes*.
Badan atas mirip suami saya.
Badan bawah mirip saya, kakinya panjang alias bakal tinggi *yes*.
Kulit? So pasti mirip saya, kinclong *yessssss!*
Potonya? hm.. cuma untuk dokumentasi pribadi.

Adrian bertahan dari jam 04.42 (lahir saat adzan shubuh) sampai jam 06.15, kemudian akhirnya kembali kepada penciptaNya.

Dia lahir, bertahan, meninggal dan punya surat kematian yang dikeluarkan RS.
Saya melahirkannya, bukan keguguran.


Tentang saya.
Seingat saya, saya sama sekali ga pernah jatuh sehingga mengakibatkan pendarahan. Waktu bedrest di RS pun saya mikir2 kenapa bisa terjadi pendarahan dan terus kepikiran. Tapi sekarang saya, suami dan keluarga besar saya sudah ikhlas. Semua sudah ada jalan takdirnya dan pasti rencanaNya lebih indah dan terbaik untuk kita semua.

Apa yang saya alami setelah melahirkan, sama sekali ga beda dengan ibu2 melahirkan lainnya.
Sama2 produksi ASI, sama2 mengalami masa nifas, sama2 ngalamin abis lahiran harus pake gerita supaya perutnya balik ke bentuk asal.
Cuma bedanya, saya ga menggendong Adrian :) sehingga produksi ASI terpaksa harus dihentikan karena bayinya ga ada. Ssttt... obat penghenti ASI (Parlodel dari novartis) ini udah kecil, langka, mahaaalll lagi! *sekitar 20rb an kalo di apotik (tapi ga semua apotik juga ada, harus apotik besar), dan 30rb an per butir (di RS ibu dan Anak biasanya)*

Kondisi saya saat ini ?
Alhamdulillah baik dan sudah bisa menerima status kalau saya seorang ibu *kadang suka lupa, masih pecicilan*, walau saya tidak bisa mengendong dan merawatnya seperti bayi2 lain. Kami selalu merasa dekat dengan Adrian.Yang membuat saya 'alive & survive' dari kejadian itu adalah dukungan dari suami saya. Sama sekali ga pernah menyalahkan saya atas kepergian Adrian. He takes care me great. Dia yang melakukan semua yang dilakukan suster RS saat saya pulang ke rumah. Bener loh, kalo ga ada dukungan yang kuat darinya,saya mungkin masih 'baby blues syndrome'.
Juga dukungan dari teman2, para sahabat, kerabat dan keluarga besar yang terus menghibur saya. Untung ada mereka.

Itulah cerita saya yang tertunda. Postingan ini tidak bermaksud minta dikasihani loh, karena saya fine2 aja, hanya sekedar share aja. Kalo ada yang mau tanya2 tentang proses detailnya, boleh kasi alamat imel lewat komen.
Love you all :)
Have a nice weekend.